Saturday 8 August 2015

Bodoh dan Gila, itu Beda Tipis

Satu, dua detik, hingga si pendek pun lelah berputar 3 kali
Hawa dingin mulai terasa di ujung-ujung tangan dan kaki
Bagaimana tidak? Tak ada panas yang dihasilkan dari berdiam diri duduk di sini, sendiri.
Teman menungguku hanya patung itu,
yang sama-sama menunggu untuk dibebaskan.

Orang-orang berlalu-lalang, sibuk dengan urusan pribadinya;
ada yang sibuk dengan hari besar mereka,
ada yang sibuk menata masa depannya,
ada yang berjuang menggapai mimpinya.

Semua kecuali aku.
Akulah yang tak jelas arah dan tujuannya.

Wahai jiwa, apa yang kau inginkan?
Mengapa begitu rela berkorban?
Rela melakukan hal-hal gila dengan kesudianmu sendiri
Rela memberikan waktumu untuk dihabiskan
Rela memberikan gelasmu untuk dipecahkan

Semuanya itu kau gadaikan
Hanya untuk gemerlap sesaat yang tidak sebanding dengan kasih dan sayang

Kau tahu tak ada tempat bagimu di sini
tapi tetap kau paksakan
Seperti tak punya harga diri, memalukan!
Berkacalah, wahai jiwa...
Memanganya kau ini siapa?
Punya apa?
Otakmu di mana?

Kalau terus begini, wajarlah kau selalu tertipu
Karena kau terlalu dermawan memberikan kepercayaanmu
Padahal hukum rimba tak pernah memenangkan orang-orang yang menunggu
Dan tingginya harapanmu
Melampaui realita yang dapat diukur dengan logika
Mana mungkin dia mau melakukan hal gila se-gila yang kaulakukan?
Mana mungkin dia memberikan lebih dari yang kauberikan?

Mungkin kau telah gila
Kau ini gila karena berpikir semua rencana detilmu itu mungkin terjadi
Tapi beginilah adanya,
Berkali-kali ditipu oleh angan-angan sendiri

Tapi tenanglah..
Kali ini takkan kubiarkan dirimu kau cederai
Akan kutunjukkan betapa lelahnya mengarungi dunia mimpi
Kau akan terbangun dan segera sadar
Bahwa penantian ini sia-sia
Jadi lebih baik, kau pulanglah saja

Kita punya banyak hal untuk dilakukan
Banyak hal yang lebih berharga untuk diharapkan
Tapi kau harus mengatur fokusmu
Meskipun harus berjalan menjauh kemudian berlari
tergopoh-gopoh jatuh kemudian bangkit lagi
Karena kalian memiliki dunia sendiri-sendiri

Tenanglah, kamu begini bukan karena dia
Tapi karena kamu terlalu pandai berimajinasi
Dan menganggap duniamu sebagai taman mimpi

Tidak, bukan begini caranya
Bagaimana bisa didengar jika tak bersuara?
Ah lupakanlah, sayang
Kali ini aku yang salah
Dan setiap yang bersalah harus membayar hukumannya